PGSD FKIP UMUS BREBES 2016

Rabu, 12 Oktober 2016

MAKALAH KONSEP DASAR EKONOMI DAN TRANSAKSI DALAM SISTEM MUAMALAH ISLAM



MAKALAH KONSEP DASAR EKONOMI DAN TRANSAKSI DALAM  SISTEM MUAMALAH ISLAM












FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS MUHADI SETIABUDI BREBES
Alamat : Jl. Pangeran Diponegoro Km. 2, Pesantunan, Wanasari, Brebes, Jawa Tengah 52212 Telepon : (0283)6199000 Fax : (0283)6199001 
TAHUN AJARAN 2016/2017



KATA PENGANTAR
                                         
Segala Puji Bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Karunia dan nikmat-Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Agama Islam ini dengan tema :
“KONSEP DASAR EKONOMI DAN TRANSAKSI DALAM SISTEM MUAMALAH”
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam, selain itu kami berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam menambah pengetahuan kami maupun pihak lain.
Dengan terselesainya Makalah ini, kami mengucap :                          
1.      Syukur Kepada Allah SWT  yang telah memberikan Karunia-Nya kepada kami.
2.      Terimakasih untuk kedua orang tua yang telah membantu baik secara moral maupun moril
3.      Terimakasih untuk rekan kelompok yang telah bekerjasama dengan baik.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun kami harapkan.

                                                                                                Brebes,  September 2016
                                                                                                Penyusun



Daftar Isi
Kata Pengantar ..........................................................................................................          i
Daftar Isi .....................................................................................................................         ii
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang  
a.      Latar Belakang Masalah ....................................................            3
b.      Tujuan ..................................................................................           3
c.       Manfaat ................................................................................           3
d.      Rumusan Masalah ...............................................................           3

Bab 2 Pembahasan

BAGIAN 1 PENGERTIAN MUAMALAH

               2.1.1 Pengertian Muamalah .............................................................
           4

BAGIAN 2 ASAS – ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM

                        2.2.1 Asas – asas Transaksi Ekonomi dalam Islam ........................
           4

BAGIAN 3 PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
                        2.3.1 Jual Beli .....................................................................................           5
                        2.3.2 Simpan Pinjam .........................................................................           8

                        2.3.3 Ijarah .........................................................................................
 9

BAGIAN 4 KERJASAMA EKONOMI DALAM ISLAM
                        2.4.1 Syirkah ......................................................................................           10
                        2.4.2 Mudarabah (Qirad) .................................................................           11
                        2.4.3 Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah ..............................           12
                        2.4.4 Sistem Perbankan yang Islami ................................................           13
                        2.4.5 Sistem Asuransi yang Islami ...................................................           15
Bab 3 Penutup
3.1.1 Kesimpulan ...............................................................................           17
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 18


Bab 1
Pendahuluan

1.1   Latar Belakang
a.       Latar Belakang Masalah
Dalam buku Ensiklopedia Islam Jilid 3 halaman 245 dijelaskan bahwa muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum, sepeti peresoan, firma, yayasan, dan negara. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa, perserikatan dibidang pertanian dan perdagangan, serta usaha perbankan dan asuransi islami.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi anatara seseorang dengan orang lain atau anatara seseorang dan badan hukum, atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum yang lain.
b.      Tujuan

      Tujuan Umum
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Hukum Islam tentang Muamalah.
      Tujuan Khusus
Tujuan khusus pembuatan makalah ini yaitu untuk mengikuti prosedur pengajaran dalam mata pelajaran Agama Islam .
c.       Manfaat
Menambah pengetahuan Hukum Islam tentang Muamalah.

d.      Rumusan Masalah
      Apakah yang dimaksud dengan Muamalah
      Apa saja asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam
      Bagaimanakah penerapan transaksi ekonomi dalam Islam
      Bagaimanakah Hukum Islam tentang Kerja sama Ekonomi (Syirkah)
      Apakah yang dimaksud dengan Mudarabah (bagi hasil)
      Bagaimana Perbankan yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam
      Bagaimanakah Sistem Asuransi yang Sesuai dengan Prinsip Hukum Islam


Bab 2
Pembahasan
BAGIAN 1 PENGERTIAN MUAMALAH
2.1.1 Pengertian Muamalah
            Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat dan lain-lain.
       Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat.
       Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya aturan.

BAGIAN 2 ASAS – ASAS TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
2.2.1 Asas – asas Transaksi Ekonomi dalam Islam
            Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
       Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
       Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
a.       Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1!)

ŁŠَŲ§ Ų£َŁŠُّŁ‡َŲ§ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠŁ†َ Ų¢َŁ…َŁ†ُŁˆŲ§ Ų£َŁˆْŁُŁˆŲ§ ŲØِŲ§Ł„ْŲ¹ُŁ‚ُŁˆŲÆِ Ų£ُŲ­ِŁ„َّŲŖْ Ł„َŁƒُŁ…ْ ŲØَŁ‡ِŁŠŁ…َŲ©ُ Ų§Ł„Ų£َŁ†ْŲ¹َŲ§Ł…ِ Ų„ِŁ„Ų§َّ Ł…َŲ§ ŁŠُŲŖْŁ„َŁ‰ Ų¹َŁ„َŁŠْŁƒُŁ…ْ ŲŗَŁŠْŲ±َ Ł…ُŲ­ِŁ„ِّŁŠ Ų§Ł„ŲµَّŁŠْŲÆِ ŁˆَŲ£َŁ†ْŲŖُŁ…ْ Ų­ُŲ±ُŁ…ٌ Ų„ِŁ†َّ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡َ ŁŠَŲ­ْŁƒُŁ…ُ Ł…َŲ§ ŁŠُŲ±ِŁŠŲÆُ  [Ų§Ł„Ł…Ų§Ų¦ŲÆŲ©/1]






Artinya : [5:1] “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu388. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.
      b. Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung
jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
      c.  Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.

ŁŠَŲ§ Ų£َŁŠُّŁ‡َŲ§ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠŁ†َ Ų¢Ł…َŁ†ُŁˆŲ§ Ł„َŲ§ ŲŖَŲ£ْŁƒُŁ„ُŁˆŲ§ Ų£َŁ…ْŁˆَŲ§Ł„َŁƒُŁ…ْ ŲØَŁŠْŁ†َŁƒُŁ…ْ ŲØِŲ§Ł„ْŲØَŲ§Ų·ِŁ„ِ Ų„ِŁ„َّŲ§ Ų£َŁ†ْ ŲŖَŁƒُŁˆŁ†َ ŲŖِŲ¬َŲ§Ų±َŲ©ً Ų¹َŁ†ْ ŲŖَŲ±َŲ§Ų¶ٍ Ł…ِŁ†ْŁƒُŁ…ْ ۚ ŁˆَŁ„َŲ§ ŲŖَŁ‚ْŲŖُŁ„ُŁˆŲ§ Ų£َŁ†ْŁُŲ³َŁƒُŁ…ْ ۚ Ų„ِŁ†َّ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡َ ŁƒَŲ§Ł†َ ŲØِŁƒُŁ…ْ Ų±َŲ­ِŁŠŁ…ًŲ§



Artinya : (4:29) “Hai orang – orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyanyang Kepadamu”.
      d. Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas
karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi
SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung
unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
       e.   Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk
menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya,dalam akad sewa
-menyewa rumah.
            Insya Allah jika asas-asas transaksi ekonomi dalam Islam dilaksanakan, maka tujuan filosofis yang luhur dari sebuah transaksi, yakni memperoleh mardatillah (keridaan Allah SWT) akan terwujud.
BAGIAN 3 PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
2.3.1 Jual Beli
a.  Pengertian dan Dasar Hukum


            Manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada dimuka bumi ini sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman :

Ł‚ُŁ„ْ ŁŠَŲ§ Ł‚َŁˆْŁ…ِ Ų§Ų¹ْŁ…َŁ„ُŁˆŲ§ Ų¹َŁ„َŁ‰ٰ Ł…َŁƒَŲ§Ł†َŲŖِŁƒُŁ…ْ Ų„ِŁ†ِّŁŠ Ų¹َŲ§Ł…ِŁ„ٌ ۖ ŁَŲ³َŁˆْŁَ ŲŖَŲ¹ْŁ„َŁ…ُŁˆŁ†َ


Artinya : [39:39] Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS Az Zumar : 39)
Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya Beli. Menurut istilah hukum Syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka (lihat QS Az Zumar : 39, At Taubah : 103, hud : 93)


b. Hukum Jual Beli
َŁ„َŁ…ْ ŲŖَŲ±َ Ų„ِŁ„َŁ‰ Ų§Ł„َّŲ°ِŁŠŁ†َ ŁŠُŲ²َŁƒُّŁˆŁ†َ Ų£َŁ†ْŁُŲ³َŁ‡ُŁ…ْ ŲØَŁ„ِ Ų§Ł„Ł„َّŁ‡ُ ŁŠُŲ²َŁƒِّŁŠ Ł…َŁ†ْ ŁŠَŲ“َŲ§Ų”ُ ŁˆَŁ„Ų§َ ŁŠُŲøْŁ„َŁ…ُŁˆŁ†َ ŁَŲŖِŁŠŁ„Ų§َ {Ų§Ł„Ł†ّŲ³Ų§Ų”: 29}

         Orang yang terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka. Allah berfirman :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”(QS An Nisa : 29)

Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut :


ļŗ‡ļ»Øļ»¤ļŗŽ ļŗļ»Ÿļŗ’ļ»“ļ»Š ļŗ—ļŗ®ļŗļŗ© ( ļŗ®ļ»®ļŗļ»© ļŗļ» ļŗ’ļŗØļŗŽļŗ®ļ»Æ)

Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)

ļŗƒļ» ļŗ’ļ»“ļ»ŒļŗŽļ»„ ļŗ‘ļŗŽ ļ»ŸļŗØļ»“ļŗŽļŗ­ ļ»£ļŗŽ ļ»Ÿļ»¢ ļ»“ļŗ˜ļ»”ļŗ®ļ»—ļŗŽ ( ļŗ®ļ»®ļŗļ»© ļŗļ» ļŗ’ļŗØļŗŽļŗ®ļ»Æ ļ»­ ļ»¤ļŗ“ļ» ļ»¢)
Artinya : “ Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak, selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)
       
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli telah dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.

c.  Rukun dan Syarat Jual Beli
      Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi:
      Orang Yang melakukan jual beli, syaratnya :
§  Berakal
§  Baligh
§  Berhak menggunakan hartanya.
      Sigat/ Ucapan Ijab Kabul
      Barang yang diperjual belikan, syaratnya :
§  Suci atau bersih dan halal barangnya
§  Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu
§  Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain
§  Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan
§  Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)
§  Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa
§  Barang itu dapat diserahterimakan
      Nilai Barang Yang Dijual (Berupa Uang), syaratnya :
§  Harga yang disepakati harus jelas jumlahnya
§  Bisa diserahkan waktu akad, sekalipun secara hukum
§  Jual beli barter (muqayyadah), barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.
d.  Khiyar
           
Khiyar adalah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya; cacat pada barang.
Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak ada penyesalan, jika ada penyesalan dalam jual beli, maka sunnah untuk membatalkannya dengan cara mengembalikan barang kepada penjual.
“Barang siapa yang rela mencabut jual beli terhadap saudaranya, maka Allah pun akan mencabut kerugiannya dihari kiamat”. (HR. Thabrani)
d. Macam – macam Jual Beli
1.      Jual Beli yang Sah (terpenuhi rukun dan syaratnya)
2.      Jual Beli yang tidak sah (tidak terpenuhi rukun dan syaratnya)
Contoh :
§  Jual beli sesuatu yang termasuk najis (bangkai, daging babi, dll)
§  Jual beli mani hewan ternak
§  Jual beli anak hewan yang masih dalam kandungan
§  Jual beli yang mengandung kecurangan dan penipuan
3.   Jual Beli yang Sah tapi terlarang (fasid), terlarang karena :
§  Merugikan si penjual, pembeli, maupun orang lain
§  Mempersulit peredaran barang
§  Merugikan kepentingan umum
Contoh :
·         Jual beli dengan maksud untuk ditimbun
 4.  Jual Beli Najsyi
                 Yaitu menawar sesuatu barang dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedang yang menawar tersebut adalah teman si penjual.
5.  Monopoli
            Yaitu Menimbun barang agar orang lain tidak membeli  walaupun dengan melampaui harga pasaran. Rasulallah SAW melarang jual beli seperti ini, karena akan merugikan kepentingan umum.

2.3.2 Simpan Pinjam

Pengertian simpan pinjam
Ariyah ( simpan pinjam) ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk untuk di ambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar dapat  di kembalikan lagi zat barang tersebut. Setiap yang mungkin dikembalikan lagi zat barang tersebut.
Firman allah SWT :
ŁˆŲŖŲ¹Ų§ŁˆŁ†ŁˆŲ§Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„ŲØŲ± ŁˆŲ§Ł„ŲŖŁ‚ŁˆŁ‰ ŁˆŁ„Ų§ŲŖŲ¹Ų§ŁˆŁ†ŁˆŲ§Ų¹Ł„Ł‰ Ų§Ł„Ų§Ų«Ł… ŁˆŲ§Ł„Ų¹ŲÆŁˆŲ§Ł†.
“bertolonglah kamu  atas kebijakan dan taqwa kepada allah, dan janganlah kamu tolong menolong dalam  perbuatann dosa dan bermusuhan “ ( al-Maidah: 2)
Meminjamkan sesuatu berarti menolong yang meminjam.
Firman Allah SWT:
ŁˆŁŠŁ€Ł…Ł†Ų¹ŁˆŁ† Ų§Ł„Ł…Ų§Ų¹ŁˆŁ† (Ų§Ł„Ł…Ų§Ų¹ŁˆŁ†)
“Mereka enggan meminjamkan barang-barang yang berguna (kebutuhan rumah tangga, seperti jarum, timba dll)”. (Al-Ma’un: 2)
Dalam surat tersebut telah diterbangkan berberapa perkara yang tidak baik, di antaranya hubungan bertetangga yang hendak pinjam meminjam seperti yang tersebut di atas.
Sabda Rasulullah SAW:
Ų§Ł„Ų¹Ų§Ų±ŁŠŲ© Ł…Ų¤ŲÆŲ§Ų© ŁˆŲ§Ł„Ų²Ų¹ŁŠŁ… Ų¹Ų§Ų±Ł… (Ų±ŁˆŲ§Ł‡ Ų£ŲØŁ‰ŲÆŲ§ŁˆŲÆ ŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ±Ł…Ų°Ł‰ ŁˆŲ­Ų³Ł†Ł‡)
“Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang meminjam sesuatu harus membayar.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, dan dikatakan Hadits Hasan)
3.      Apa hukum simpan pinjam?
Asal hukum meminjamkan adalah sunat, seperti tolong menolong dengan orang lain, kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam itu akan berguna untuk yang haram.
Kaidah: “Jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.” Misalnya, seseorang yang menunjukan jalan kepada pencuri, maka keadaannya sama dengan melakukan pencurian itu.

         Rukun dan syarat utang piutang atau simpan pinjam meminjam, menurut hukum islam adalah :
a. Yang berpiutang dan yang berutang syaratnya :
§  Sudah baligh dan berakal sehat
§  Yang berpiutang tidak meminta pembayaran melebihi pokok piutang
§  Peminjam tidak boleh menunda – nunda pembayaran utangnya
Hadits Nabi SAW tentang yang memberi hutang dan peminjam :
ŁƒُŁ„ُّŁ‚َŲ±ْŲ¶ٍŲ¬َŲ±َّŁ…َŁ†ْŁََŲ¹َŲ©ًŁَŁ‡ُŁˆَŲ±ِŲØًŲ§ {Ų±ŁˆŲ§Ł‡Ų§Ł„Ų­Ų§Ų±Ų³Ų§ŲØŁ†Ų§Ł…Ų§Ł…Ų©}
“Setiap piutang yang sengaja untuk mencari manfaat (pembayaran lebih) adalah riba” (HR. Haris bin Ali Imamah)
Ł…َŲ·ْŁ„ُŲ§Ł„ŲŗَŁ†ِŁŠُّŲøُŁ„ْŁ…ٌ {Ų±ŁˆŲ§Ł‡Ų§Ł„ŲØŲ®Ų§Ų±ŁˆŁ…Ų³Ł„ِŁ…)
“Orang yang mampu yang melalaikan kewajiban membayar utangnya adalah zalim”. (HR. Ahmad bin Tirmizi)
b.    Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan
Pengembalian utang tidak boleh kurang nilainya. Disunnahkan mengembalikan lebih dari pokok utangnya.
Ų®ِŁŠَŲ§Ų±ُŁƒُŁ…ْŲ§َŲ­َŲ§Ų³ِŁ†ُŁƒُŁ…ْŁ‚َŲ¶َŲ§Ų”ً {Ų±ŁˆŲ§Ł‡Ų§Ų­Ł…ŲÆŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ±Ł…Ų°ŁŠ}
“Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang membayar utangnya dengan lebih baik”. (HR. Ahmad dan Tirmizi)
2.3.3 Ijarah
          a.  Pengertian
            Menurut bahasa Ijarah berarti upah, sewa, jasa atau imbalan. Mazhab Syafi’i mendefinisikan Ijarah sebagai transaksi dengan imbalan tertentu.
ُŲ¹ْŲ·ُŲ§ْŁ„Ų§َŲ¬ِŁŠْŲ±َŁ‚َŲØْŁ„َŲ§َŁ†ْŁŠَŲ¬ِŁَّŲ¹ُŲ±ُŁ‚َŁ‡ُ {Ų±ŁˆŲ§Ł‡Ų§ŲØŁˆŁŠŲ¹Ł„ŁŠŁˆŲ§ŲØŁ†Ł…Ų§Ų¬Ł‡ŁˆŲ§Ł„Ų·ŲØŲ±Ł†ŁŠŁˆŲ§Ł„ŲŖŲ±Ł…Ų°ŁŠ}

b.  Dasar Hukum Ijarah

“Berikanlah upah/jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya”
Ł‚َŲ§Ł„َŲŖْ Ų„ِŲ­ْŲÆَŲ§Ł‡ُŁ…َŲ§ ŁŠَŲ§ Ų£َŲØَŲŖِ Ų§Ų³ْŲŖَŲ£ْŲ¬ِŲ±ْŁ‡ُ ۖ Ų„ِŁ†َّ Ų®َŁŠْŲ±َ Ł…َŁ†ِ Ų§Ų³ْŲŖَŲ£ْŲ¬َŲ±ْŲŖَ Ų§Ł„ْŁ‚َŁˆِŁŠُّ Ų§Ł„ْŲ£َŁ…ِŁŠŁ†ُ

            Artinya : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" {Q.S Al – Qasas:26}.
       c.   Macam – macam Ijarah
§  Ijarah yang bersifat manfaat
Seperti : sewa menyewa rumah, toko, kendaraan dan aneka busana, dll.
§  Ijarah yang bersifat pekerjaan dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan
Misal : Pembantu rumah tangga, buruh bangunan, tukang jahit, dll.
        d. Rukun dan Syarat Ijarah
§  Rukun Ijarah
o   Orang yang berakad
o   Sewa/ imbalan
o   Manfaat
o   Sigat dan ijab kabul
§  Syarat Ijarah
o   Kedua orang yang bertransaksi baligh dan berakal sehat
o   Kondisi barangnya diketahui dan bermanfaat bagi penyewa
o   Objek Ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak cacat
o   Objek Ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’
o   Hak yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi penyewa
o   Objek Ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan
o   Upah/ sewa dalam transaksi Ijarah harus jelas
e.  Sifat Akad/ Transaksi Ijarah
                    Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/ transaksi ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan. Karena bersifat mengikat, kematian salah satu pihak yang menyewakan atau penyewa tidak membatalkan Ijarah. Manfaat dari sewa menyewa termasuk harta yang bisa diwariskan.
       f. Tanggung Jawab Orang yang diupah/ digaji
                    Ijarah yang berupa pekerjaan, apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya.
                    Ulama fikih sepakat, apabila objek yang dikerjakan rusak ditangan pekerja bukan karena kelalaiannya dan tidak ada unsur kesengajaan maka pekerja tidak dapat dituntut ganti rugi.

BAGIAN 4 KERJASAMA EKONOMI DALAM ISLAM
2.4.1 Syirkah
Pengertian, Rukun, Syarat dan Macam-macam Syirkah dalam Islam
a.    Pengertian
 Syirkah dalam Islam Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih hingga tidak dapat dibedakan lagi antara bagian yang satu dengan bagian lainnya. Menurut istilah, pengertian syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang telah bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
b.    Rukun dan Syarat
 Syirkah Secara garis besar, terdapat tiga rukun syirkah sebagai berikut. Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Persyaratan orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta). Objek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun persyaratan pekerjaan atau benda yang boleh dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya dapat diwakilkan. Akad atau yang disebut juga dengan istilah shigat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasharruf, yaitu harus adanya aktivitas pengelolaan.
c.    Macam-Macam Syirkah
d.      Syirkah terbagi menjadi 4 macam, yaitu (1) syirkah `inan, (2) syirkah ‘abdan, (3) syirkah wujuh, dan (4) syirkah mufawadhah. 1) Syirkah ‘Inan Syirkah ‘inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi kontribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah dalam Islam hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah dan ijma’ sahabat. Contoh syirkah ‘inan dapat kita cermati sebagai berikut : Fahmi dan Syahmi adalah sarjana-sarjana teknik informatika. Fahmi dan Syahmi bersepakat menjalankan bisnis jasa perancangan dan pembangunan sistem informasi untuk organisasi-organisasi pemerintahan atau swasta. Masing-masing memberikan kontribusi modal sebesar Rp20 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan harus berupa uang. Sementara barang seperti rumah atau kendaraan yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal, kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan yang dilakukan sebelumnya dan kerugian ditanggung oleh masing-masing syarik (mitra usaha) berdasarkan porsi modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. 2) Syirkah ‘Abdan Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa memberikan kontribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) maupun kerja fisik (seperti tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah ‘amal. Contoh Syirkah ‘abdan : Udin dan Imam sama-sama nelayan dan bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka juga sepakat apabila memperoleh ikan akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: Udin mendapatkan sebesar 60% dan Imam sebesar 40%. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian antara keduanya, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri atas beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan yang halal dan tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya berburu anjing. Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan yang telah diatur sebelumnya, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra usaha). 3) Syirkah Wujuh Syirkah wujuh merupakan kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak yang sama-sama memberikan kontribusi kerja (amal) dengan adanya pihak ketiga yang memberikan konstribusi modal (mal). Contoh Syirkah wujuh : Andri dan Rangga adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu Andri dan Rangga bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang secara kredit. Andri dan Rangga bersepakat bahwa masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu, keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua. Sementara harga pokoknya dikembalikan kepada pedagang. Syirkah wujuh ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan. 4) Syirkah Mufawadhah Syirkah mufawadhah merupakan syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah yang telah dijelaskan di atas. Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya, yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal jika berupa syirkah ‘inan, atau ditanggung pemodal saja jika berupa mufawadhah, atau ditanggung oleh mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki jika berupa syirkah wujuh. Contoh Syirkah mufawadhah : Adha adalah pemodal, berkontribusi modal kepada Fahmi dan Syahmi. Kemudian, Fahmi dan Syahmi juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada Fahmi dan Syahmi. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika Fahmi dan Syahmi sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun, ketika Adha memberikan modal kepada Fahmi dan Syahmi, berarti di antara mereka bertiga terwujud mudharabah. Di sini Adha sebagai pemodal, sedangkan Fahmi dan Syahmi sebagai pengelola. Ketika Fahmi dan Syahmi sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘inan di antara Fahmi dan Syahmi. Ketika Fahmi dan Syahmi membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh antara Fahmi dan Syahmi. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah mufawadhah. 

Sumber: 
http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-rukun-syarat-dan-macam-macam.html
Syirkah yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha yang keuntungan atau hasilnya untuk mereka bersama.
Syirkah yang sesuai syara’ bertujuan untuk kesehjahteraan bersama merupakan salah satu bentuk ta’awun.
Syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara’ :
§  Syirkah tersebut dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah
§  Sabar
§  Tawakal
§  Jujur
§  Saling percaya antara sesama anggota syarikat
§  Bersih dari unsur – unsur kecurangan atau penipuan
      Macam – macam Syirkah
§  Syarikat Harta (Syarikat ‘Inan)
Yaitu akad dari dua orang atau lebih untuk bersyarikat pada harta yang ditemukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.
Rukun Syarikat Harta: Ucapan perjanjian, baligh, berakal sehat, merdeka, tidak dipaksa, pokok atau modal dan pekerjaan.
Bentuk Syikat Harta Zaman Modern :
o   Firma, Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih untuk mendirikan perusahaan bersama, dan bertanggung jawab bersama – sama terhadap perusahaan.
o   CV (Comanditaire Venootschaf), Yaitu perluasan firma dimana ada anggota yang hanya menyertakan modal saja dan tidak bekerja didalamnya.
o   PT (Perseroan Terbatas), Yaitu bentuk perusahaan yang modalnya terdiri dari saham – saham milik harga – harga nomina tertentu.
§  Syarikat Kerja
Yaitu  gabungan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam suatu jenis perusahaan dan pembagian keuntungan dibagikan sesuai dengan perjanjian.
Manfaat Syarikat Kerja :
o   Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesehjahteraan
o   Menyelesaikan pekerjaan besar bersama untuk kepentingan umat manusia
o   Melahirkan kemajuan dalam segala bidang
2.4.2 Mudarabah (Qirad)
Mudarabah yaitu pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian.
                Rukun Mudarabah (Qirad) :
o   Muqrid (pemilik modal) dan Muqtarid (yang menjalankan modal) : baligh, berakal sehat, dan jujur
o   Modal hendaknya diketahui jumlahnya dan tunai
o   Jenis usaha dan tempatnya sebaiknya disepakati bersama
o   Besarnya keuntungan hendaknya sesuai hasil dengan kesepakatan diawal akad
o   Muqtarid hendaknya jujur dan menggunakan modal atas izin Muriq
Hukum Penerapan Mudarabah di Masyarakat :
o   Mewujudkan persaudaraan dan persatuan antara muqrid (kelompok orang kaya) dan muqtarid (kelompok orang miskin)
o   Mengurangi atau mungkin menghilangkan pengangguran
o   Memberikan pertolongan kepada fakir miskin (yang menjalankan modal) untuk dapat hidup mandiri

2.4.3 Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
      Muzara’ah dan Mukhabarah
Ialah paruhan hasil sawah antara pemilik dan penggarap, benihnya berasal dari pemilik sawah, jika benihnya berasal dari penggarap disebut Mukhabarah.
Muzara’ah dan Mukhabarah merupakan kerjasama dibidang pertanian yang dibolehkan dalam Islam, sesuai dengan syara’ dan pelaksanaaannya tidak ada unsur kecurangan dan pemaksaan.
                                Rukun dalam Muzara’ah dan Mukhabarah :
o   Kedua pihak sudah baligh, berakal sehat, amanah
o   Sawah yang digarap betul – betul milik orang yang menyerahkan sawah untuk digarap
o   Hendaknya ditentukan lamanya masa penggarapan
o   Besarnya paruhan antara kedua belah pihak ditentukan berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak
o   Kedua belah pihak hendaknya menaati ketentuan – ketentuan yang telah mereka sepakati bersama
      Musaqah
Musaqah ialah paruhan hasil kebun antara pemilik dan penggarap, besar bagian masing – masing sesuai dengan perjanjian pada waktu akad.
“Dari Ibnu Umar : Sesungguhnya Nabi SAW telah menyerahkan kebun miliknya, kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian, mereka akan diberi sebagian dari hasilnya baik ari buah – buahan atau hasil tanaman (palawija)”. (HR. Muslim)

Manfaat dari Muzara’ah, Mukhabarah, Musaqah :
o   Mewujudkan tolong menolong antara pemilik tanah dan penggarap
o   Mengurangi atau mungkin menghilangkan pengangguran
o   Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pertanian
o   Usaha pencegahan terhadap terjadinya lahan – lahan kritis
o   Memelihara, meningkatkan, dan melestarikan keindahan alam
2.4.4 Sistem Perbankan yang Islami
Lahirnya ekonomi Islam di zaman modern ini cukup unik dalam sejarah perkembangan ekonomi. Ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi-ekonomi yang lain karena lahir atau berasal dari ajaran Islam yang mengharamkan riba dan menganjurkan sedekah. Kesadaran tentang larangan riba telah menimbulkan gagasan pembentukan suatu bank Islam pada dasawarsa kedua abad ke-20 diantaranya melalui pendirian institusi sebagai berikut :
1.      Bank Pedesaan (Rural Bank) dan Bank Mir-Ghammar di Mesir tahun 1963 atas prakarsa seorang cendikiawan Mesir DR. Ahmad An Najjar
2.      Dubai Islamic Bank (1973) di kawasan negara-negara Emirat Arab
3.      Islamic Development Bank (1975) di Saudi Arabia
4.      Faisal Islamic Bank (1977) di Mesir
5.      Kuwait House of Finance di Kuwait (1977)
6.      Jordan Islamic Bank di Yordania (1978)

Bank non Islam yang disebut juga bank konvensional adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan usaha guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.
Sedangkan Bank Islam yang dikenal dengan Bank Syariah adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum (syariat) Islam dan tidak memakai sistem bunga karena bunga dianggap riba yang diharamkan oleh Islam. (QS Al Baqarah : 275-279)
Sebagai pengganti sistem bunga, Bank Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba, antara lain sebagai berikut :
1.      Wadiah atau titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito. Wadiah ini bisa diterapkan oleh Bank Islam dalam operasinya untuk menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang, dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh Bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya, tetapi Bank harus menjamin dapat mengembalikan dana itupada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.
1.      Mudarabah adalah kerjasama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing. Dengan mudarabah ini, Bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian misalnya, fifty-fifty. Dalam mudarabah ini, Bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.
2.      Syirkah (perseroan). Dibawah kerjasama syirkah ini, pihak Bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (joint ventura). Oleh karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dengan menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profit and loss sharing (PLS Agreement).
3.      Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, pada hakikatnya suatu pihak ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli. Dengan sistem murabahah ini, Bank bisa membelikan atau menyediakan barang barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan Bank minta tambahan harga atas harga pembeliannya. Syarat bisnis dengan murabahah ini, ialah si pemilik barang (dalam hal ini Bank) harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersih (profit margin) dari pada cost plus nya itu.
4.     Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang mempunyai deposito di Bank Islam itu sebagai slah satu pelayanan dan penghargaan Bank kepada para deposan karena mereka tidak menerima bunga atas depositonya dari Bank Islam.
Perkembangan pesat Bank-Bank Islam yang lazim disebut Bank syariah terjadi pada dasawarsa 70-an setelah terjadinya krisis minyak yang menimbulkan oil boompada tahun 1971. perkembangan pesat Bank syariah tersebut membuktikan bahwa:
1.      ajaran Islam menggerakkan ide sosial ekonomi. Ide spirit yang bersumber pada ajaran Islam disebut juga modal masyarakat (Social Capital).
2.      Peranan cendikiawan yang memiliki suatu konsep yang mengoperasionalkan ajaran agama yaitu zakat, infak, sedekah (ZIS), dan larangan riba. ZIS dapat dijadikan modal Bank, hal ini juga pernah dipelopori oleh pemikiran dari KH. Ahmad Dahlan. Beliau memiliki gagasan membentuk lembaga amil (penghimpun dan pengelola zakat).
Bank syariah pertama yang beroperasi di Indonesia adalah PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) berdiri pada tanggal 1 mei 1992. Perkembangan perbankan syariah pada awalnya berjalan lebih lambat dibanding dengan Bank konvensional. Sampai dengan tahun 1998 hanya terdapat 1 Bank Umum Syariah dan 78 BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah). Berdasarkan statistik perbankan syariah mei 2003 dari Bank Indonesia tercatat, Bank Umum Syariah 2 yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri, 8 Bank umum yang membuka unit atau kantor cabang syariah yaitu Danamon Syariah, Jabar Syariah, Bukopin Syariah, BII Syariah dll, serta 89 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Beberapa bank konvensional dalam negeri, maupun asing yang beroperasi di Indonesia juga telah mengajukan izin dan menyiapkan diri untuk segera beroperasi menjadi Bank Syariah.


Kehadiran Bank Syariah memiliki hikmah yang cukup besar, diantaranya sebagai berikut :
1.      Umat Islam yang berpendirian bahwa bunga Bank konvensional adalah riba, maka Bank Syariah menjadi alternatif untuk menyimpan uangnya, baik dengan cara deposito, bagi hasil maupun yang lainnya
2.      Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktik bunga yang mengandung unsur pemerasan (eksploitasi) dari si kaya terhadap si miskin atau orang yang kuat ekonominya terhadap yang lemah ekonominya.
3.      Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap Bank non Islam yang menyebabkan umat Islam berada dibawah kekuasaan Bank sehingga umat Islam belum bisa menerapkan ajaran agamanya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, terutama dalam kegiatan bsinis dan perekonomiannya
4.      Bank Islam dapat mengelola zakat di negara yang pemerintahannya belum mengelola zakat secara langsung. Bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif dan hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
5.      Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk hal-hal berikut ;
a.       Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh Bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya telegram, telepon, atau telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah, dan sebagainya
b.      Membayar gaji para karyawan Bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah dan sebagai sarana dan prasarana yang disediakan oleh Bank dan biaya administrasi pada umumnya.
2.4.5 Sistem Asuransi yang Islami
Mengikuti sukses perbankan Syariah, asuransi Syariah juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Sampai dengan tahun 2002, tercatat sejumlah asransi konvensional yang membuka divisi Syariah yang terbukti mampu bersaing dengan asuransi lainnya.
Asuransi pada umumnya, termasuk asuransi jiwa, menurut pandangan Islam adalah termasuk masalah ijtihadiyah. Artinya, masalah tersebut perlu dikaji hukumnya karena tidak ada penjelasan yang mendalam didalam Al Qur’an atau hadis secara tersurat. Para imam mazhab seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan ulama mujtahidin lainnya yang semasa dengan mereka (abad II dan III H atau VIII dan IX M) tidak memberi fatwa hukum terhadap masalah asuransi karena hal tersebut belum dikenal pada waktu itu. Sistem asuransi di dunia Islam baru dikenal pada abad XIX M, sedangkan di dunia barat sudah dikenal sejak sekitar abad XIV M,.
Kini umat Islam di Indonesia dihadapkan kepada masalah asuransi dalam berbagai bentuknya (asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan) dan dalam berbagai aspek kehidupannya, baik dalam kehidupan bisnis maupun kehidupan keagamaannya.

Dikalangan ulama dan cendikiawan muslim ada tiga pendapat tentang hukum asuransi, yakni sebagai berikut :
1.      Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya sekarang ini, termasuk asuransi jiwa
2.       Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya sekarang ini
3.      Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang semata-mata bersifat komersial.
Dalam buku Hukum Asuransi di Indonesia ditulis oleh Vide Wirjono Prodjodikoro, menjelaskan, menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab Undang-undang perniagaan), bahwa asuransi pada umunya adalah suatu bentuk persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
       Adapun asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melaui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalu akad (perikatan) yang sesuai Syariah
       Ada beberapa sumber yang dijadikan rujukan bagi berlangsungnya sistem asuransi tersebut, diantaranya adalah hadis Nabi Muhammad SAW “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam suatu masyarakat ibarat satu bangunan, dimana tiap bangunan saling mengokohkan satu sama lain.” (HR Bukhari danMmuslim)
       Secara operasional, asuransi yang sesuai dengan Syariah memiliki sistem yang mengandung hal-hal sebagai berikut :
1.      Mempunyai akad takafuli (tolong menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan atas musibah yang akan datang
2.      Dana yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen Syariah seperti mudarabah, wakalah, wadi’ah dan murabahah
3.      Premi memiliki unsur tabaru’ atau mortalita (harapan hidup)
4.      Pembebanan biaya operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30 % dari premi sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk pada tahun pertama yang memiliki nilai 70 % dari premi
5.      Dari rekening tabaru’ (dana kebajikan seluruh peserta) sejak awal sudah dikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah
6.      Mekanisme pertanggungan pada asuransi Syariah adalah sharing of risk. Apabila terjadi musibah semua peserta ikut (saling) menanggung dan membantu
7.      Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil (mudarabah),atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk hadiah kepada peserta dan ujrah (fee) kepada pengelola
8.      Mempunyai misi akidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam ataumisi iqtisadi


BAB III
SIMPULAN

Muamalah adalah Hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain , atau antara seseorang dengan badan hukum , atau antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya .
            Yang memiliki asas – asas untuk menerapkannya kedalam transaksi ekonomi maupun menjalankannya untuk kerjasama ekonomi dalam Islam.
Demikianlah beberapa hal yang menyangkut Hukum Islam tentang Muamalah.Oleh karena kurangnya literatur, maka makalah yang sederhana ini banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saran-saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan .


DAFTAR PUSTAKA


http :// google.com / Hukum Islam tentang muamalah
astrieonerz-tutor.blogspot.com / Hukum Islam tentang muamalah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar