PGSD FKIP UMUS BREBES 2016

Rabu, 12 Oktober 2016

MAKALAH LANDASAN KULTUR PENDIDIKAN

MAKALAH
LANDASAN KULTUR PENDIDIKAN














FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHADI SETIABUDI BREBES
Alamat : Jl. Pangeran Diponegoro Km. 2, Pesantunan, Wanasari, Brebes, Jawa Tengah 52212 Telepon : (0283)6199000 Fax : (0283)6199001
2016/2017
                                    Kata pengantar


        Puji syukur kehadirat tuhan  yang maha esa atas segala rahmatNYA sehimgga makalah ini dapat tesusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikiannya.
       Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
        Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saan dan kitik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

                                               Brebes, 9 oktober 2016




                                                                                     penyusun


















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1   Latar belakang......................................................................................1
1.2   Rumusan Masalah.................................................................................
1.3   Tujuan..................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN ..............................................................................
 2.1 pengertian kultur pendidikan..................................................................
2.2   Kebudayaan  Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan
Nasional  (Sisdiknas)...................................................................................
BAB 3 KESIMPULAN.................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

















BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar adalah inti dari kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Dalam proses belajar mengajar tersebut tidak akan terealisasi tanpa adanya landasan yang menopangi. Landasan yang dimaksud adalah landasan pendidikan. Landasan  pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat.
Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Namun, apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan  intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Pembangunan karakter tersebut dapat dilakukan oleh seorang tenaga pendidik terhadap muridnya, maka disinilah proses interaksi berlangsung. Proses interaksi ini  dapat dikatakan sebagai proses sosiologis dalam pendidikan. Banyaknya proses interaksi yang kurang selaras di dunia pendidikan mengakibatkan para pelajar tidak tercetak secara optimal.
Untuk itu, sangatlah penting sebuah interaksi antara tenaga pendidik dengan muridnya di dunia pendidikan agar mampu mencetak para pelajar secara optimal. Makalah “Landasan Sosiologis Pendidikan” ini yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989  Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaanbangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk, ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat di mana proses pendidikan itu berlangsung. Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajarin dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.

 1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang timbul adalah :
      a)      Apa pengertian landasan kultural dan penjelasannya?
      b)      Kebudayaan sebagai Landasan Sistem Pendidkan Nasional.


1.3 Tujuan
1.      Dapat menjelaskan pengertian kultur pendidikan
2.     Mengetahui Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
3.     Dapat Menjelaskan  fungsi pendidikan sebagai penyampaian,pelestarian dan sekaligus pengembangan kebudayaan









































BAB 2
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud :
1)     Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
2)     Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3)     Fisik yakni benda hasil karya manusia.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan.
Sebagai contoh dalam penggunaan bahasa, setiap masyarakat dapat dikatakan mengajarkan kepada anak-anak untuk mengatakan sesuatu, kapan hal itu dapat dikatakan, bagaimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Contoh lain, setiapa masyaratkat mempunyai persamaan dan perbedaan dalam berpakaian. Dalam kaitan dengan pakaian, anak harus mempelajari dari anggota masyarakat yang lain tentang cara menggunakan pakaian tertentu dari dalam peristiwa apa pakaian tertentu dapat dipakai. Dengan mempelajari tingkah laku yang dapat diterima dan kemudian menerapkan sebagai tingkah lakunya sendiri menjadikan anak sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, anak-anak harus diajarkan polapola tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan kata lain, fungsi pokok setiap sisitem pendidikan adalah untuk mengajarkan anak-anak pola-pola tingkah laku yang essensial tersebut.
Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, dan nonformal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik. Kalua masyarakat hanya mentransmisi kebudayaan yang mereka miliki kepada generasi penerus maka tidak akan diperoleh kemajuan.
Oleh sebab itu, anggota masyarakat tersebut berusaha melakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan kondisi baru sehingga terbentuklah pola tinkah laku, nilai-nilai, dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga social yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga.
Pada masyarakat primitive, transmisi kebubayaan dilakukan secar informal dan nonformal, sedangkan pada masyarakat yanf telah maju transmisi kebudayaan dilakukan secara informal, nonformal dan formal. Pemindahan kebudayaan secar formal ini melalui lembaga-lembaga social, utamanya sekolah. Pada masyarakat yang sudah maju, sekolah sebagai lembaga social mempunyai peranan penting sebab pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk mentransformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni sebgai proses sosialisasi dan sebgai agen pembaruan. Perlu dikemukakan bahwa dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conserving activity) dan penganut pendidikan sebagai pembaruan (teaching as a subversive activity). Yang pertama mengutamakan sosialisasi, bahkan kalau perlu domestikasi, sedangkan yang kedua mengutamakan pengembangan atau agen pembaruan.
Seperti diketahui, pendidikan di Indonesia tidak memihak salah satu kutub pendapat tersebut, akan tetapai mengutamakan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara aspek pelestarian nilai-nilai luhur social-kebudayaan dab aspek pengenbangan agar tetap jaya. Hal itu semakin penting apabila diingat bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah menyebabkan datangnya pengaruh kebudayaan dari luar semakin deras.
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang “belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi:   
            (1)  Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan 
             (2) Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial. Kebudayaan dari satu pihak mengkondisikan suatu sistem sosial dalam arti ikut serta membentuk atau mengarahkan, tetapi juga dikondisikan oleh sistem sosial.
Kebudayaan dapat dikelompokan menjadi tiga macam,yaitu:
      1.      Kebudayaan umum,misalnya kebudayaan Indonesia
      2.      Kebudayaan daerah,misalnya kebudayaan Jawa,Bali,Sunda,dan sebagainya
3.      Kebudayaan populer,suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu.Misalnya,lagu-lagu populer,model film musiman dan sebagainya.

2.2     Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Seperti telah dikemukakan, yang dimaksud dengan sisidiknas adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia. (UU-RI No. 2/1989) Pasal 1 Ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai kebudayaan  Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima secara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yanag dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan asa bhineka tunggal ika.

Pada awal perkembangannya, suatu kebudayaan terbentuk berkat kemampuan manusia mengatasi kehidupan alamiahnya dan kesengajaan manusia menciptakan lingkungan yang cocok bagi kehidupannya. Setiap individu yang lahir selalu memasuki lingkungan kebudayaan dan lingkungan alamiah itu, dan menghadapi dua system sekaligus yaitu system kebudayaan dan system linmgkungan alam. Individu dalam masyarakat modern sangat dipengaruhi oleh besar dan kompleksnya kehidupan masyarakat modern dan kecanggihan kebudayaannya. Ini berarti bahwa individu hanya dapat hidup dalam masyarakat atau kebudayaan modern, apabila ia mau dan mampu belajar terus menerus.

Salah satu upaya penyesuaian pendidikan jalur sekolah dengan keragaman latar belakng social budaya di Indonesia adalah dengan memberlakukan muatan local di dalam kurikulum sekolah, utamanya di sekolah dasar (SD). Kebijakan ini bukan hal baru, karena gagasannya telah berlaku sejak dulu, umpamanya dengan pengajaran bahasa daerah dan atau penggunaan bahasa daerah di dalam proses belajar mengajar. Keragaman social budaya tersebut terwujud dalam keragaman adat istiadat, tata cara, dan tata karma pergaulan, kesenian, bahasa, dan sastra daerah, maupun kemahiran dan keterampilan yang tumbuh dan terpelihara di suatu daerah tertentu. Keanekaragaman itu sejak awal kemerdekaan telah mencoraki kurikulum sekolah, utamanya sekolah dasar, dengan berbagai variasi yakni mulai sebagai mata pelajaran (umpama bahasa daerah) ataupun sebagai bagian dari bahan ajaran dan atau cara penyampaiannya. Pelestarian dan pengembangan kekayaan yang unik dari setiap daerah itu melalui upaya pendidikan sebagai wujud dari kebhinekaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Hal ini haruslah dilaksanakan dalam kerangka pemantapan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia sebagai sisi ketunggal ika-an.

Beberapa tahun terakhir ini, makin kuat pendapat bahwa pendidikan seharusnya lebih diupayakan agar lebih menjamin adanya rasa keterikatan antara peserta didik dengan lingkungannya. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengenal lingkungannya (alam, social, dan budaya) akan tetapi juga mau dan mampu mengembangkannya. Oleh Karen aitu, sebagai contoh, muatan local dalam kurikulum tidak hanya sekedar meneruskan minat akan kemahiran yang ada di daerah tertentu, tetapi juga serentak memperbaiki/meningkatkannya sesuai dengan perkembangan iptek/seni dan atau kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum ikut memutakhirkan kemahiran local (mengukir, melukis, menenun, menganyam, dan sebagainya) sehingga sesuai dengan kemajuan zaman, dan serentak dengan itu, membuka peluang tersedianya lapangan kerja bagi peserta didik yang bersangkutan (umpama bidang kerajinan) dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungannya.
Sebagai salah satu faktor yang ikut menentukan kelangsungan hidup suatu masyarakat adalah kesanggupan dan kemampuan anggotanya untuk mendukung nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Pendidikan sebagai sub-sistem masyarakat mempunyai peranan mewaris-kan, memelihara dan sekaligus sebagai agen pembaharuan kebudayaan. Pendidikan dapat dikonsepkan sebagai proses budaya manusia. Kegiatanya dapat berwujad sebagai upaya yang dipikirkan, dirasakan dan dikehendaki manusia. Pada dasarnya pendidikan merupakan unsur dan peristiwa budaya. Pendidikan melibatkan sekaligus kiat dan disiplin pengetahuan mempengaruhi manusia belajar. Pendidikan merupakan proses budaya, yakni generasi manusia berturut-turut mengambil peran sehingga menghasilkan peradaban masa lampau dan mengambil peranan di masa kini dan mampu menciptakan peradaban di masa depan.
Dengan kata lain pendidikan memiliki tiga peran, sebagai pewarisan, sebagai pemegang peran dan sebagai pemberi kortribusi. Dengan demikian dapat dipahami pendidikan sebagai aset untuk pemeliharaan masa lampau, penguatan individu dan masyarakat yang sekarang serta sebagai penyiapan manusia berperan di masa datang. Pendidikan sebagai proses upaya pemeliharaan dan peran dalam membangun peradaban dan pendidikan tidak terbatas pada benda-benda yang tampak Seperti bangunan fisik, melainkan meliputi: gagasan, perasaan dan kebiasaan, peran dan alam kehidupan sekarang juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masa yang akan datang, karena pemeliharaan peradaban manusia merupakan tugas tanpa akhir.
 Analisis antropologi budaya dapat membantu mengatasi problema-problema pendidikan yang dimunculkan oleh kelompok-kelompak minoritas dan budaya yang lain. Sudut tujuan antropologi sosial, menjelaskan pendidikan dapat merupakan bentuk bimbingan formal terhadap perilaku anggota masyarakat yang relatif baru ke dalam tradisi nenek moyang mereka melalui berbagai model indoktrinasi yang berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Melalui proses indoktrinasi yang berlangsung terus-menerus timbul kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki budaya tertentuyang pada gilirannya pula menampilkan bentuk pendidikan yang berbeda- beda. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk budaya dapat menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat. Salah satu cara untuk memelihara kebudayaan adalah melalui pengajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai penyampaian,pelestarian dan sekaligus pengembangan kebudayaan.
A.      Kebudayaan dan sekolah
Tradisi kebudayan menghambat perkembangan dalam berkompetisi dengan kelompok lain. Sejalan dengan penelitian Otto Klinerberg (1954) bahwa kegagalan kelompok minoritas umumnya bukan disebabkan semata-mata oleh ras, atau suku namun disebabkan oleh budaya tradisi mereka.
B.      Prasangka dan pertenfangan di berbagai kelompok budaya
           Pertentangan yang disebabkan adanya berbagai kelompok budaya dari ras dapat berupa prasangka negatif di antara sesama kelompok dan hal ini berpengaruh terhadap pendidikan.

C.       Stereotipe
           Keefektifan dalam pengajaran timbul dan siswa akan lebih terbimbing, serta kesegaran dan rasa takut berkurang jika guru menunjukkan stereotipe yang menyenangkan.

D.      Faktor budaya dalam proses pengajaran (culture factors in teaching)
                  Mengajar merupakan upaya mengkomunikasikan secara jelas tentang nilai-nilai pengajaran. Dalam hal ini banyak hal yang mempengaruhi, sperti: niiai-nilai budaya orang tua, penggunaan bahasa, keadaan sosial yang dibawa anak dari lingkungan (tradisi) dan pengaruh kelompok dominan. Keadaan ini mensyaratkan perhauaii, pemahaman dan penyesuaian guru agar peran serta orang tua dalam kegiatan sekolah dapat tercipta.
E.      Pelatihan budaya untuk pendidikan
                 Perlu dikembangkan kondisi sekolah yang didalamnya terdapat pertentangan antara kelompok mayoritas dan minoritas yang sering menghadapi konfhk budaya antara guru, siswa dan orang tua. Kenyataan ini menuntut adanya kepelatihan budaya bagi pendidik agar ia mampu menghubungkan nilai-nilai budaya dengan pengajaran dan proses pengajaran.
F.       Masalah kewibawaan merupakan ubahan (variabel) yang tidak dapat diabaikan
Penguasaan terbadap kewibawaan guru lebih membantu siswa dalam penguasaan bahan-bahan pengajaran.
G.      Sub-kebudayaan (sub-culture)
          Perbedaan warna kulit dan kemiskinan menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan. Karena kelompok-kelompok tersebut saling menolak terhadap pelayanan sekolah. Hambatan ini dapat diatasi melalui pendidikan orang tua, memadukan sub-culture di sekolah, mengadakan penyesuaian tingkah laku di sekolah dan kurikulum sekolah wajib memperhatikan latar belakang budaya siswa.
H.      Dinamika kelompok sosialisasi
                 Sekolah harus mampu menghilangkan adanya kelompok-kslompok minoritas dan membawanya ke arah perubahan melalui proses sosialisasi.












BAB 3
SIMPULAN
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud :
1)     Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya.
2)     Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3)     Fisik yakni benda hasil karya manusia.
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan. Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan.
Landasan kultural mengandung makna norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan berbudaya yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan berbudaya suatu bangsa kita harus memusatkan perhatian kita pada berbagai dimensi (Sastrapratedja, 1992:145): kebudayaan terkait dengan ciri manusia sendiri sebagai mahluk yang “belum selesai” dan harus berkembang, maka kebudayaan juga terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang asasi:   
            (1)  Kebudayaan dapat dipahami sebagai strategi manusia dalam menghadapi lingkungannya, dan 
 (2) Kebudayaan merupakan suatu sistem dan terkait dengan sistem sosial.








Daftar Pustaka
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta

http://vivienanjadi.blogspot.co.id/2012/02/landasan-kultural-pendidikan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar